Sedari masih kecil, pasti ada aja keluarga yang nanya macem “Nanti kalo udah besar mau jadi apa?”, entah sejak kapan ya tradisi nanya anak kecil tentang pandangan nya di masa depan kaya gimana jadi sebuah perhatian penting di kalangan masyarakat, Indonesia khususnya. bayangin aja anak sd, yang umurnya masih di awal belasan tahun udah ditanyain proyeksi kehidupan yang akan dilakukan kurang lebih 15 - 20 tahun yang akan datang, dimana yang nanyain hal itu sendiri juga sepertinya tidak tau apa yang mau dilakukan untuk hidupnya. Apa mungkin ini juga salah satu efek ‘lingkaran setan’ dimana si penanya ini hanya mengikuti apa yang menjadi pertanyaan standar lah, basa-basi kalo ketemu ponakan atau keluarga lain dalam situasi orang disekitar sedang membicarakan tentang pendidikan.
Kalo diliat sekarang ini, mata pencaharian orang udah gak se deskriptif dulu lagi, definisi pekerjaan itu tidak bisa lagi dikelompokkan menjadi jenis profesi konvensional seperti di jaman anak 90-an masih sd dulu. bisa dibayangkan bagaimana anak 90-an itu akan jawab pertanyaan ‘Nanti kalo udah gede mau jadi apa’ kalo liat dimana sekarang ada orang merekam dirinya kepedesan aja bisa dapat duit, orang main game juga dapet duit, orang kerja buat ngurusin akun media sosial orang lain juga dapet duit, dan duitnya itu juga bisa dibilang gak dikit. Mungkin orang-orang yang dulu pas sd bilang ‘Aku mau jadi Dokter’ bakal mikir ulang dengan keputusan yang dia bikin dulu. Perkembangan profesi yang sekarang makin gak bisa dijelasin, selain dipengaruhi dengan perkembangan teknologi, pengaruh lain yang juga masih terkait itu adalah kebiasaan masyarakat yang makin konsumtif jadi apapun yang orang bikin kalo itu hal yang unik, kemungkinan banyak orang suka jadi besar. Hal itu terbilang bagus juga karena perbedaan kemampuan dan minat orang jadi semakin dihargai dong, proses untuk seseorang untuk menemui minat dan bakatnya juga memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Pembinaan keahlian tertentu sedini mungkin kepada anak-anak memang hal yang bagus, untuk masa depan anak dan untuk perkembangan kemampuan anak itu sendiri, tapi terkadang usia yang terlalu muda juga kesadaran akan sebuah gairah terhadap suatu hal masih abu-abu, secara anak-anak yang paling disuka ya main-main aja sama temen sebayanya. Karena kesadaran akan sebuah gairah untuk anak kecil belum bisa menentukannya sendiri, maka disanalah orang tua punya intervensi atas masa depan ‘Sang Anak’. Terkesan memaksakan ya, tapi kenyataan memang begitu, khususnya di Indonesia karena informasi tentang negara lain kurang tersedia saat ini. Hal lain yang khas dalam intervensi orang tua 90-an kepada anaknya adalah kebiasaan mereka buat mengarahkan anak-anaknya buat mengabdi kepada negara Indonesia dengan menjadi pegawai negeri, bukan artian profesi itu salah atau gimana, cuma kenapa dari dulu sebegitu passion nya terhadap profesi itu, kalo dapet pake seragam coklat itu, pasti dianggap udah ‘Living the dream’ gitu dimata orang tua. Mungkin kebanyakan orang tua gak ingin anak-anaknya kelak hidup dalam ketidak pastian, padahal sebenarnya kalo dibilang jadi pegawai negeri ya gak bisa mengharapkan buat jadi orang yang kaya raya karena bisa dibilang ya penghasilannya itu dirancang buat menghidupi para pekerjanya aja justru malah kalo jadi pegawai negeri yang kaya, kekayaan itu bakal diminta pertanggung jawabannya.
Kalo ditarik kebelakang kenapa profesi itu menjadi diperlukan kan karena mungkin dijaman dulu, ketika manusia masih hidup secara soliter, manusia tergolong mahkluk yang lemah untuk bertahan hidup di lingkungannya, baik dari serangan hewan buas, bahkan perubahan cuaca pun bisa mempengaruhi kondisi manusia dan hingga pada akhirnya manusia memutuskan untuk hidup berkelompok dan dalam sebuah kelompok memiliki seorang pemimpin dan sistem bermasyarakat yang mulai tertata. tentunya harus ada sekelompok orang yang mengatur tatanan kelompok ini, mulai dari bagaimana mereka menyiapkan pertahanan dari serangan hingga bagaimana mereka mempersiapkan suplai makanan tetap terjaga di setiap musimnya dan mengelompokkan masyarakat berdasarkan tugas yang mereka emban, ada yang bercocok tanam dan berburu untuk ketahanan pangan dan ada yang mempersiapkan benteng pertahanan. dan dalam mengkoordinasikan itu semua tentu perlu tambahan tenaga lagi untuk melakukannya, dan mungkin dari sana muncul ide pegawai negeri di masa modern seperti sekarang. ini hal menarik, tapi bukankah dengan banyaknya orang yang berharap untuk profesi pengelola sebuah sistem termasuk didalamnya itu sistem produksi sebuah organisasi pada sebuah komunitas menandakan ada yang tidak benar dalam persepsi masyarakat? karena kalo diliat lagi dari bagaimana kebutuhan akan profesi tersebut tercipta, ini akan menciptakan situasi dimana produktivitas jadi semu, seperti misalnya banyak orang yang ingin untuk mengelola hasil panen pertanian tapi gak ada orang yang mau jadi petani, lama kelamaan bahan untuk diolah bakal habis dong? dan pastinya setelah kejadian tersebut dialami, orang-orang dengan fungsi untuk mengelola hasil dari barang mentah akan kehilangan suplai mereka dan lama-kelamaan aktivitas juga menghilang. kurang lebih seperti itu analoginya jika dikaitkan dengan kondisi saat ini.
ada satu pernyataan yang menarik, dari entah siapa namanya yang menyatakan jika suatu negara cuma butuh 4% dari total penduduknya yang berprofesi sebagai pengusaha untuk memajukan sebuah negara, bagaimana jika kita mengambil opsi ke dua?
Kalo diliat sekarang ini, mata pencaharian orang udah gak se deskriptif dulu lagi, definisi pekerjaan itu tidak bisa lagi dikelompokkan menjadi jenis profesi konvensional seperti di jaman anak 90-an masih sd dulu. bisa dibayangkan bagaimana anak 90-an itu akan jawab pertanyaan ‘Nanti kalo udah gede mau jadi apa’ kalo liat dimana sekarang ada orang merekam dirinya kepedesan aja bisa dapat duit, orang main game juga dapet duit, orang kerja buat ngurusin akun media sosial orang lain juga dapet duit, dan duitnya itu juga bisa dibilang gak dikit. Mungkin orang-orang yang dulu pas sd bilang ‘Aku mau jadi Dokter’ bakal mikir ulang dengan keputusan yang dia bikin dulu. Perkembangan profesi yang sekarang makin gak bisa dijelasin, selain dipengaruhi dengan perkembangan teknologi, pengaruh lain yang juga masih terkait itu adalah kebiasaan masyarakat yang makin konsumtif jadi apapun yang orang bikin kalo itu hal yang unik, kemungkinan banyak orang suka jadi besar. Hal itu terbilang bagus juga karena perbedaan kemampuan dan minat orang jadi semakin dihargai dong, proses untuk seseorang untuk menemui minat dan bakatnya juga memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Pembinaan keahlian tertentu sedini mungkin kepada anak-anak memang hal yang bagus, untuk masa depan anak dan untuk perkembangan kemampuan anak itu sendiri, tapi terkadang usia yang terlalu muda juga kesadaran akan sebuah gairah terhadap suatu hal masih abu-abu, secara anak-anak yang paling disuka ya main-main aja sama temen sebayanya. Karena kesadaran akan sebuah gairah untuk anak kecil belum bisa menentukannya sendiri, maka disanalah orang tua punya intervensi atas masa depan ‘Sang Anak’. Terkesan memaksakan ya, tapi kenyataan memang begitu, khususnya di Indonesia karena informasi tentang negara lain kurang tersedia saat ini. Hal lain yang khas dalam intervensi orang tua 90-an kepada anaknya adalah kebiasaan mereka buat mengarahkan anak-anaknya buat mengabdi kepada negara Indonesia dengan menjadi pegawai negeri, bukan artian profesi itu salah atau gimana, cuma kenapa dari dulu sebegitu passion nya terhadap profesi itu, kalo dapet pake seragam coklat itu, pasti dianggap udah ‘Living the dream’ gitu dimata orang tua. Mungkin kebanyakan orang tua gak ingin anak-anaknya kelak hidup dalam ketidak pastian, padahal sebenarnya kalo dibilang jadi pegawai negeri ya gak bisa mengharapkan buat jadi orang yang kaya raya karena bisa dibilang ya penghasilannya itu dirancang buat menghidupi para pekerjanya aja justru malah kalo jadi pegawai negeri yang kaya, kekayaan itu bakal diminta pertanggung jawabannya.
Kalo ditarik kebelakang kenapa profesi itu menjadi diperlukan kan karena mungkin dijaman dulu, ketika manusia masih hidup secara soliter, manusia tergolong mahkluk yang lemah untuk bertahan hidup di lingkungannya, baik dari serangan hewan buas, bahkan perubahan cuaca pun bisa mempengaruhi kondisi manusia dan hingga pada akhirnya manusia memutuskan untuk hidup berkelompok dan dalam sebuah kelompok memiliki seorang pemimpin dan sistem bermasyarakat yang mulai tertata. tentunya harus ada sekelompok orang yang mengatur tatanan kelompok ini, mulai dari bagaimana mereka menyiapkan pertahanan dari serangan hingga bagaimana mereka mempersiapkan suplai makanan tetap terjaga di setiap musimnya dan mengelompokkan masyarakat berdasarkan tugas yang mereka emban, ada yang bercocok tanam dan berburu untuk ketahanan pangan dan ada yang mempersiapkan benteng pertahanan. dan dalam mengkoordinasikan itu semua tentu perlu tambahan tenaga lagi untuk melakukannya, dan mungkin dari sana muncul ide pegawai negeri di masa modern seperti sekarang. ini hal menarik, tapi bukankah dengan banyaknya orang yang berharap untuk profesi pengelola sebuah sistem termasuk didalamnya itu sistem produksi sebuah organisasi pada sebuah komunitas menandakan ada yang tidak benar dalam persepsi masyarakat? karena kalo diliat lagi dari bagaimana kebutuhan akan profesi tersebut tercipta, ini akan menciptakan situasi dimana produktivitas jadi semu, seperti misalnya banyak orang yang ingin untuk mengelola hasil panen pertanian tapi gak ada orang yang mau jadi petani, lama kelamaan bahan untuk diolah bakal habis dong? dan pastinya setelah kejadian tersebut dialami, orang-orang dengan fungsi untuk mengelola hasil dari barang mentah akan kehilangan suplai mereka dan lama-kelamaan aktivitas juga menghilang. kurang lebih seperti itu analoginya jika dikaitkan dengan kondisi saat ini.
ada satu pernyataan yang menarik, dari entah siapa namanya yang menyatakan jika suatu negara cuma butuh 4% dari total penduduknya yang berprofesi sebagai pengusaha untuk memajukan sebuah negara, bagaimana jika kita mengambil opsi ke dua?
Bahas Tentang Cita-Cita Masa Kecil
Reviewed by Adminnya tomcatSuper
on
May 03, 2019
Rating:
No comments:
, ,